Khamis, 22 April 2010

Super Saiya 2

Doa pergi ke masjid

Maksudnya:

"Ya Allah,
jadikanlah pada hatiku cahaya,
pada lidahku (percakapanku) cahaya,
pada pendengaranku cahaya,
pada penglihatanku cahaya,
dari atasku cahaya,
dari bawahku cahaya,
dari kananku cahaya,
dari hadapanku cahaya
dan dari belakangku cahaya,
Jadikanlah dalam diriku cahaya,
besarkanlah cahaya bagiku
dan agungkanlah cahaya bagiku.
Jadikanlah bagiku cahaya
serta jadikanlah diriku cahaya.
Ya Allah,
berikanlah kepadaku cahaya
dan jadikanlah dalam urat sarafku cahaya,
dalam dagingku cahaya,
dalam darahku cahaya,
pada rambutku cahaya
dan pada kulitku cahaya".

(Bukhari dan Muslim)

Khamis, 15 April 2010

sesudu penawar

BismiLlah;


Sebuah puitis hidup syeikh dakwah yg telah mendahului kita…


(alm. KH Rahmat Abdullah)


Memang seperti itulah dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu..


Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau cintai..


Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu. Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari..


Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah. Beliau memang akan tua juga. Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yg diturunkan Allah.


Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yg bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak.


Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja. Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang.


Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik. Kepalanya sampai botak. Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana. Kurang heroik? Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah; luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.


Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.


Tidak… Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari. Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.


Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani… justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi… akhirnya menjadi adaptasi. Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah. Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam dada.


Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka. Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik.


Begitupun Umar. Saat Rasulullah wafat, ia histeris. Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk. Bukannya tidak cinta pada abu Bakar. Tapi saking seringnya ditinggalkan” , hal itu sudah menjadi kewajaran. Dan menjadi semacam tonik bagi iman..


Karena itu kamu tahu. Pejuang yg heboh ria memamer-mamerkan amalnya adalah anak kemarin sore. Yg takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya juga begitu. Karena mereka jarang disakiti di jalan Allah. Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya besar. Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang besar. Dan mereka justru jadi lelucon dan target doa para mujahid sejati, “ya Allah, berilah dia petunjuk… sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang… “


Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak. Jasadnya dikoyak beban dakwah. Tapi iman di hatinya memancarkan cinta… Mengajak kita untuk terus berlari…



“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.

Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.

Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.

Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.

Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”



sedutan dari emel seorang akh yang sangat menyintai kita semua

Khamis, 8 April 2010

Cinta Kita

Sabarlah sesaljuku
Masanya takkan selama yang engkau sangkakan
Dalam sekelipan mata dan sedhuha itu
Semuanya akan pasti berubah
Tidakkah itu janji Cinta Kita?

Sabarlah sesaljuku
Benar engkau tidak pernah redha
Dikaitan dengan apa jua jenama ciptaan nafsu manusia
Bahkan selamanya engkaulah bersama tanah bertuah itu
Telah menyambut cinta-cintaku
Berkongsi Cinta Kita dengan mereka
Agar suatu hari nanti
Mereka jugakan berbuat yang sama

Sabarlah sesaljuku
Bukan aku tidak mau
Bukan aku melupakanmu
Dan ... Alhamdulillah ...
Dengan cinta Maha Cinta
Cinta Kita telah ditemukan
Dalam suatu saat dan ketika
Yang tak pernah kita sangkakan

Sabarlah sesaljuku
Hangat engkau menyambutku
Walau hanya sebentar
Hangat juga engkau melepaskanku
Terima dan kembalilah Cinta Kita

Sabarlah sesaljuku
Teruslah turun menyucikan tanahmu
Jangan engkau pernah jemu
Semoga aku juga tidak akan pernah jemu
Demi satu Cinta Kita
Semoga cinta Cinta Kita akan terus menyintai kita

Semoga Allah akan sentiasa bersamamu
Aku tinggalkan engkau dalam cinta Allah
Kumohon ...
lepaskanlah aku dalam cintaNya jua
Sebaik baik Pencinta alam semesta
Sebaik baik Pencinta adalah ...
DIA.