Isnin, 5 Oktober 2009

Wasiat Oktober 2009

Sebagian orang mau beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, sedang yang lain tidak mau percaya kecuali kepada hal-hal yang nampak di atas dunia. Kita tidak yakin kedua kelompok ini tidak memiliki rasa kemanusiaan dan sentuhan rasa terhadap penderitaan manusia. Tapi kepentingan peribadinya mengalahkan hal-hal yang lain. Sebagian menghendaki populariti atas jasa-jasanya menumpas kezaliman, dan sebagian lain selalu mendengki perbuatan zalim yang menyinggung kepentingan dirinya. Dua perasaan ini masih memungkinkan melahirkan perbaikan, tapi hal itu tidak lepas dari sebuah kepura-puraan.

Orang yang mengadakan perbaikan dengan maksud untuk mendapatkan populariti merasa bahawa tugasnya sudah selesai selagi nama sudah tidak disebut-sebut oleh orang banyak. Orang semacam ini menjadi hamba nafsu populariti, yang terkadang ia merasa tidak selesa untuk meminta pendapat orang banyak. Sementara mereka sendiri juga mengambil keuntungan tersendiri. Tapi keuntungan ini hanya bersifat sementara yang sebenarnya tidak layak dilakukan oleh orang-orang terhormat. Orang-orang yang berbuat seperti itu dalam lapangan politik juga banyak. Seperti itulah gambarannya.

Sedang orang yang mendengki terhadap tindakan kezaliman, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyingkirkan kezaliman ini. Ia dapat merasakan suatu kenikmatan yang hakiki apabila dapat menyingkirkan kezaliman dan akan tersiksa jika harus bekerjasama dengan kezaliman.

Tapi perlu dicatat bahawa kedengkian adalah bisikan perasaan yang menyimpang. Kedengkian tidak bisa dikategorikan sebagai filsafat yang benar dan dimasukkan dalam aturan yang baik.

Sebagai contohnya adalah komunisme. Ia menginginkan adanya reformasi, tapi sekaligus ia menghimpun segala kedengkian manusia, lalu dijadikanlah kayu bakar sebagai landasan suatu aturan.

Kedengkian rasial dapat diredam dengan menghilangkan kelas-kelas masyarakat, sebagai gantinya hanya ada satu kelas yang harus bekerja membanting tulang dan memerintah secara diktator, atau menurut istilah mereka disebut Proletar Diktatorisme.

Kedengkian terhadap hak milik harus diatasi dengan pencabutan hak milik peribadi secara keseluruhan.

Kedengkian terhadap orang- orang yang elit harus diatasi dengan menyamaratakan semua manusia, baik yang bekerja maupun kepada orang yang menganggur, yang menurut prinsip filsafat, hal ini dilakukan bila sudah terdesak kerana munculnya berbagai desakan.

Pesona ideologi komunisme bagi penganutnya di manapun berada bukan kerana didorong oleh kesenangan berbuat baik kepada manusia, dengan diredamnya segala bentuk kedengkian. Pengaruhnya dapat dilihat secara jelas di kalangan orang-orang yang berpijak kepada landasan komunisme.

Diktatorisme yang menguasai segala aspek kehidupan individu, dengan dalih kerana demi mengikut aturan dan dengan dalih bahawa negara lebih mengetahui kepentingan serta kebutuhan rakyat, maka sekaligus hal itu menentukan jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang, membatasi lingkup kerjanya dan membentuk pola fikirnya.

Diktatorisme yang ternyata tidak mampu mengatasi penyelewengan manusia, yang kemudian dinamakan diktatorisme kaum buruh, bukanlah termasuk suatu tatanan normal, yang memungkinkan memberikan jalan keluar bagi manusia yang terus berkembang secara dinamis, baik untuk zaman sekarang atau untuk selamanya nanti sepanjang perjalanan kehidupan manusia.

Belum lagi kalau dihubungkan dengan penyerapan ruh dan keterbatasannya untuk dipraktiskan dalam kehidupan manusia tentang realiti yang hanya boleh dirasakan dengan perasaan semata.

Dan ternyata sistem komunisme hanya bisa memberi kebutuhan dalam masalah makan, tempat tinggal dan kebutuhan seks atau lebih tepatnya kebutuhan-kebutuhan hewani.

Itulah di antara pengakuan orang-orang yang mengadakan perombakan kehidupan tanpa disertai keimanan yang hakiki kepada Allah dan Hari Akhirat. Hanya sebatas itulah kebaikan yang bisa diungkapkan.

Perombakan dan perbaikan yang sebenarnya memerlukan rasa kasih sayang yang tulus dan dalam.

Kasih sayang ini harus tetap terulur kepada orang-orang yang hendak diperbaiki, meskipun mereka tidak mengikutimu secara langsung dan tidak menanggapi seruanmu.

Kasih sayang harus tetap diberikan kepada seorang tiran agar ia mau menerima petunjuk. Kasih sayang harus diberikankepada orang-orang yang teraniaya agar mereka dapat terlepas dari penderitaannya.

Kasih sayang harus diberikan kepda semua orang agar keadilan milik mereka, seakan-akan keadilan itu milik masing-masing dan kebaikan juga harus menjadi milik mereka.

Kasih sayang sesama manusia ini harus didasarkan pada hubungan kecintaan dan saling tolong menolong, bukan pada pertentangan dan saling membenci.

Kejayaan suatu dakwah dan efisiensinya bagi kehidupan manusia tergantung pada keikhlasan kasih sayang ini, sejauh mana keikhlasannya mengemban penderitaan untuk mewujudkan kasih sayang itu, bukan kedengkian terhadap tindakan kejelekan.

Maka dari itu para nabi adalah pemimpin-pemimpin besar dan risalah mereka tertanam didalam jiwa setiap orang. Mereka membacakan risalah itu kepada setiap orang yang dijumpainya, dengan menunjukkan keimanan yang murni. Tak seorang pun yang tidak beriman dengan Allah dan Hari Kiamat mampu berbuat seperti itu.

Seandainya kita membuang sikap kepura-puraan mencari populariti dan kedengkian individual, maka apakah yang mendorong manusia untuk mengadakan perbaikan?

Buat apa seseorang berpayah-payah padahal ia tidak memperoleh manfaat dan hasil?

Lalu apakah yang membujuk mereka mau mengemban penderitaan dan siksa?

Atau siapakah yang telah membujuk mereka untuk mengikuti suatu seruan, padahal mereka mengetahui secara pasti bahwa seruan itu sama sekali tidak memberi hasil kepada generasi manusia yang hidup pada waktu itu?

Adakah yang mendorong mereka berbuat seperti itu selain dari kecintaan tulus kepada Allah, mengharapkan keridhaanNya dan percaya pada pahala yang bekal diberikan kepada orang-orang yang berbuat baik?

Hanya seruan seperti inilah yang dapat menghasilkan kebaikan, hingga dapat mengalahkan keburukan serta melempangkan penyimpangan di kalangan manusia.

Ada pula di antara manusia yang menghendaki akidah saja tanpa beban tugas. Itulah akidah negatif yang hanya tersembunyi di dalam hati, tidak mempunyai pengaruh yang jelas dalam kehidupan sehari-hari.

Lalu apakah nilai akidah seperti ini? Apa yang dapat dipetik manusia bila ia memeluknya?

...

Misi kemanusiaan tidak akan gentar meskipun berjuta-juta manusia berbuat menyeleweng, sementara orang yang benar hanya berjumlah ratusan atau ribuan. Kelompok kedua ini harus tetap berjuang dengan bersungguh-sungguh dan tetap harus mempunyai kendali.

Integriti Individu dan Sosial (Mei 1991),

ms 41-44,

Muhammad Qutb,

Pustaka Mantiq.